🎖️ Lukisan Bulan Di Atas Bukit
Cianjur(ANTARA) - Polres Cianjur, Jawa Barat, menemukan ladang ganja yang sengaja ditanam di atas bukit di Desa Cimenteng, Kecamatan Campaka setelah petugas mendapat laporan dari warga sekitar. Kapolres Cianjur AKBP Doni Hermawan di Cianjur, Selasa mengatakan penemuan ladang ganja yang diperkirakan siap panen bulan depan itu, berjumlah
TheStarry Night, lukisan lanskap yang cukup abstrak (1889) tentang langit malam yang ekspresif di atas desa kecil di lereng bukit, salah satu karya seniman Belanda Vincent van Gogh yang paling terkenal. Meskipun subjek van Gogh dibatasi, gayanya tidak.
Unduhilustrasi vektor Lukisan Digital Dari Satu Pohon Di Atas Bukit ini sekarang. Dan cari lebih banyak seni vektor bebas royalti yang menampilkan Alam grafik yang tersedia untuk diunduh dengan cepat dan mudah di perpustakaan iStock.
Peringatandari Bukit Cahaya Didin Sirojuddin AR ; Kamis, 29 April 2021 | 00:30 WIB kuas, pensil atau pencit, dipastikan punya kaitan erat dengan seni menulis kaligrafi. (Lukisan kaligrafi, cat minyak di atas kanvas: Didin Sirojuddin AR). • Bulan pilihan yang di dalamnya ada lailatul qadar yang bernilai lebih dari 1.000 bulan.
Artinya jika dia membuat hal sejenis di atas Bukit Simarjarunjung, seharusnya akan lebih ramai dikunjungi wisatawan dibandingkan Kalibiru. Sepulang dari kunjungan itulah pada bulan Desember 2016 Maruli Sinaga mulai memanfaatkan pohon-pohon pinus di Bukit Simarjarunjung yang dulu saat ditanam sebenarnya bertujuan untuk menangkal longsor.
Bulan Sya'ban menjadi jalan mendaki untuk meraih puncak kemuliaan yang tersedia di bulan Ramadhan." .
Adakahanda sedang mencari Lukisan Bulatan imej ilustrasi? Pikbest telah menemui 14279 besar Lukisan Bulatan royalti imej psd,png dan vektor. Lebih banyak royalti percuma percuma Muat turun untuk kegunaan komersil,sila lawati PIKBEST.COM
BukitTompe Pacitan, Lukisan Negeri di Atas Awan! Pacitan merupakan kota yang memiliki keindahan panorama alam yang eksotis di setiap wilayah kotanya. Salah satu keindahan alam yang menjadi Follow: Artikel Terbaru. Jadwal Kapal Pelni
Sehinggamenampilkan harmonisasi yang sangat indah. Spot foto yang ada di Bukit Karang Para diantaranya: Sepeda gantung, Sajadah terbang, Bentuk bulan, Karang hiu, Jembatan cinta yang menghubungkan dua buah batu besar, dan. Balon udara yang bertuliskan Karang Para.
. taufik sentana Sastra Saturday, 22 Jan 2022, 1941 WIB Ilustrasi. Dok. Pixabay Bulan Di Atas Kota ***** Bulan tumbuh di atas kota yang kering mimpi di peraduan membawa kisah bulan. Bulan yang tenteram di taman kota, mengisi kolam kolam kenangan, anak anak kecil berlarian dan bersembunyi di antara celah celah ruang kota. Bulan tergambar di atas kota, pada kanvas perjalanan warga urban. Sukses dan prestasi, gaya dan gengsi, pengorbanan dan persaingan, kesemuanya memantul mantul di pikiran, memanjati wajah bulan di atas kota kata orang orang jangan sampai bulan hilang! bulan puisi sastra sajak taufik sentana Disclaimer Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku UU Pers, UU ITE, dan KUHP. Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel. Berita Terkait Terpopuler di Sastra
Senja Itu Angin menggonggong dalam diam Menyergap sebongkah daging di balik jeruji Sedang bias cahaya redup menjadi penentu Menggoda setiap jari mengulas makna Hingga tergambar bulan di atas kanvas Naif dan khilaf kini telah luruh Menghunus abdi di balik gemerlap angka Putih dan hitam kini tak lagi mampu mengurai makna Segalanya telah berakhir tanpa akhir Bunga ini terlalu lemah untuk membuka diri Ketika menyadari dirinya terlalu jauh untuk dikatakan indah Bunga ini terlalu malu untuk menatap matahari yang memberinya cahaya Hingga seekor kumbang menghampirinya dengan sayap yang terluka Memohon untuk bunga ini mekar Akankah bunga ini akan memberi sandaran untuk kumbang ini? Ketika rasa takut itu terus menghantuinya Perasaan yang selama ini memgekangnya Seperti labirin gelap yang tak berujung Ironi dalam penantian yang tak terhubung Yang berkelekaran di pemakaman, hatiku. Aku di sini mengenakan gaun hitam, untuk merayakan pesta perpisahan kita sayang. Kau tak perlu menemaniku di sini Dua cangkir kopi telah terseduh, tanpa pernah kusentuh Aku sudah tidak lagi menunggumu. Aku hanya sedang meracik kembang kamboja Aroma kecewa merebak, menjerat kelu. Kemudian kuteguk dua cangkir itu sekaligus Berisikan kamboja yang telah kuiris-iris seperti kau yang telah mengiris sukmaku. Aku melumat diriku sendiri dengan keresahan mendarah daging Merobek lingkar cahaya, pada matamu yang tergambar jelas di dahiku. Aku meminum darah yang muncrat sebagai tanda kehilangan. Tak ada yang lebih manis dari kedatanganmu Pun tak ada yang lebih pahit daripada kehilanganmu Pesta perpisahan kita, Sayang. Sudah kubuat sedemikian rupa, dengan penghulunya adalah sebuah kematian. Ronta Bumi Untuk Anak Negeri Pada hari ketigapuluhsatu, hujan bergeming pada daun-daun kering Mengatasnamakan jiwa terogoh fatamorgana Diiming-imingi secuil, hati ikut goyah, kerdil. Sumpah pemuda diawetkan pada jidat tiap anak bangsa Dasar anak muda zaman sekarang Melihara itu palawija biar bisa tumbuh dan dimakan rakyat jelata Ini negeri ditinggali para bajingan yang seenak wudelnya memamerkan produk bangsa lain Sudah kembalikah akal kalian? Atau ambah amnesia Ini aku bangsa kalian, Bumi kalian Kalian berpijak diperutku Remaja kekinian boleh nongkrong asal ide terborong. Boleh gaya-gayaan asal bangsa dipikirkan Boleh posting instagram asal nasionalisme tergenggam Boyong prestasi ke luar negeri Biar nona dan tuan disana mengerti hebatnya ibu pertiwi Genggam dan tuntaskan, semesta memberkati. Karya Lintang Kumalasari Aku tahu aku hanya perempuan penikmat kopi Yang senang bercengkrama dengan senja Aku mengerti, aku tak secantik rembulan dan bintangmu Aku bahagia dengan diriku Dan kukira semesta juga merestuiku untuk tetap menjadi aku Yang selalu bisa kau nikmati tiap lekuk garisnya pada langit malam Akan kuusir siang dari persinggahan langit, agar malam kian kekal Dan kau akan terus terdekap Walau hanya sebatas pandang Lamat-lamat kukecup keningmu, Sayang Apakah kau benar sudah pergi? Kau pasti alpa, bahwa aku ingin merebah rasa Tentang mimpi yang kau lilitkan pada matamu Merebah segala yang pantas direbah Tentang segala yang dipertentangkan. Kau membuat sajak yang seperti apa tentang ini Aku sudah terlalu sering menamai ini sebagai penyatuan kekecewaan Menggenggam dua yang sakit Lantas aku sedemikian luput atas nama jarak yang tak pernah padam Semerbak aroma paling menyakitkan Aku benar-benar kehilangan Dan kehilangan yang paling indah, adalah kau tidak merasa kehilanganku. Yang menggenang pada danau mataku. Aku, kau, bercumbu di bawah hujan yang airnya sudah kering sebelum turun. Sesajen dan kertas kosong Bubuhkan sendiri asa-asa yang mengundang tangis Aku telah diperkosa waktu Aku menyerah memilih diam Bercumbu dengan sekitar air, api, tanah, dan udara Menyembuhkan sesak nafas karena luka Disaksikan candi candi bersaksi tentang airmata Aku melihatmu sedang menyobek senyumku bersama mantan kekasihmu Aku mendapatimu diam mematung, melihat satu persatu huruf dari namaku jatuh berceceran Aku memergokimu tertawa terbahak-bahak Kemudian pergi berlalu, dan membiarkan huruf dalam namaku masih berserakan Tanpa pernah kau ambil, kemudian kau susun dengan tertata Tergesa-gesa aku membunuhmu Lalu kutatap kau mati, dengan senyuman Tergeletak di ruang dalam hati Kemudian aku menatap lantai yang beraromakan anyir darahmu Aku merasa telah mendustai rindu Lalu kuputuskan untuk membelikanmu mawar, Sayang. Biar kita nikmati bersama Walau tak pernah bersama dirimu untuk memakan hidangan di kota Sekarang aku lega, Sayang. Kita bisa memakan bunga ini bersama-sama. Kau mengenalkanku pada Pencipta, kali pertama aku bernyawa Melalui salawat dan alunan indah, pedoman dalam hidup selalu kau lantunkan Kutatap dunia, karena kau mempertahankanku Pelita hidup dalam sejarah kehidupanku Oh apakah aku mulai alpa? Kau rengkuh hatiku, tanpa kurengkuh hatimu Kau mendekap tangisku, tanpa kudekap tangismu Bagai malaikat tak bersayap Bubuhkan cinta tanpa harap Ahhh.. Salah besar jika aku tak berani taruhkan nyawaku untukmu Kuucap janji pada semesta Segalanya dariku, bermuara pada hatimu, Ibu. Kurapalkan mantra yang berisikan namamu Memanggil ombak, meliukkan nyiur Menepis angin, mendekap mentari, dalam senja. Menjadikan camar, lambang hati yang lapar Dan dalam undang-undang tentang percintaan, kususun alinea cinta padamu Meriwayatkan sajak-sajak, lahir dalam supremasi hukum cinta yang terarak Menjabarkan pasal-pasal menyakitkan tentang kekecewaan yang teramat dalam Selalu saja, kususun aline cinta padamu. Rikala sepi menyayat hati Mengombang-ambingkan kata, umpama mancala putra dan mancala putri Kau mengoyak hati, mengirimkan beribu kecewa pada jurang batinku Tapi selalu saja rindu menyapa Selalu saja rindu, menjadi alasan untuk tetap mencintaimu Rindu acapkali membungkam otak Dengan rasa entah, kebohongan dipapah Ah, mengapa aku tak membuang wajahmu ke negeri antah berantah Cinta memang selalu disalahkan Demi langit, demi bumi, demi senja. Cinta tak pernah bersalah Kau dan akulah yang patut disalahkan, karena beraninya menyalahkan cinta Seperti halnya embun tak perlu gores warna untuk dicintai pagi Dan inilah retorikaku tentang cinta tak salah Ada salam dari mentari yang baru bangun dari peraduan Ada salam dari embun yang selalu setia menemani pagi Ada salam dari adzan shubuh yang bersetubuh dengan fajar Ada salam dari daun yang memilih bersemedi dengan sepi Ada salam dari temaram pada sejengkal kerinduan Ada salam dari siang pada sebuah penantian Ada salam dari bagaskara pada tiap helai kehampaan Ada salam dari rindu yang kutabur di ladang batinmu Ada salam dari dewi malam pada hati yang tak pernah bersatu Ada salam dari bintang, mengungkap kecewa, terbungkam Ada salam dari kesetiaan pada keesaan Tuhan Ada salam dari kebencian yang terselip dalam hampa malam Ada salam dari semesta untukmu, kekasih. Ah, kuharap kau mau menerima salam-salam ini.
Jambi - Arkeolog dari Balai Arkeologi Balar Sumsel, M Ruly Fauzi dan beberapa peneliti lainnya langsung terkesima dengan kawasan Karts Bukit Bulan di Kabupaten Sarolangun, Jambi. Ketika pertama kali datang ke sana dalam rangka penelitian pada tahun 2015 silam, Ruly Fauzi merasakan kalau Bukit Bulan memiliki arti tersendiri. Masyarakat di sekitar Bukit Bulan memaknai morfologi batuan gamping karst berdasarkan pemahaman mereka sendiri. Cerita di balik penamaan Bukit Bulan yang berkembang saat itu, masyarakat melihat dua titik lingkaran putih di atas bukit saat malam hari menyerupai bulan purnama. Dua titik lingkaran putih tersebut merupakan batuan gamping karst. Misteri Orang Bertengkar Sebelum Bayi Ditemukan dalam Balutan Kain Batik Keren, Kakek Kreatif Ciptakan Sepeda Laut untuk Keliling Pulau di Flores Kondisi Terkini Pilot Pesawat Tempur yang Jatuh di Kampar Kemudian masyarakat Margo Bukit Bulan yang meliputi empat desa, yakni Desa Napal Melintang, Meribun, Mersip, dan Berkun, mengenal pantun yang isinya menyanjung Bukit Bulan. Bukit Bulan jauh di mudik, nampak dari Pulau Pandan. Jadi bulan lah kau adik, abang memandang merisai badan. Ruly mengatakan, dari pantun yang lahir dari masyarakat tersebut, memiliki arti kalau Bukit Bulan dapat dipandang dari kejauhan. "Ketika mendengar cerita itu kami terkesima, ini mungkin apa yang kita cari dalam penelitian ini akan kita dapatkan di sini," ujar M Ruly Fauzi, ketika mengungkapkan kesannya pertama kali penelitian ke Bukit Bulan. Ruly menjadi pemateri dalam seminar daring yang diadakan Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia IAAI Komda Sumbagsel, Selasa 16/6/2020. Dalam paparannya yang berjudul "Potensi kepurbakalaan kawasan karst Bukit Bulan Jambi" itu, Ruly menjelaskan hasil penelitian di Bukit Bulan yang telah dilakukan mulai tahun 2015-2019. Meski riset arkeologi yang berjalan cukup singkat atau sekitar empat tahun, tetapi hasil riset yang berkolaborasi antarpeneliti dari berbagai disiplin ilmu itu telah memberikan temuan data arkeologi cukup penting bagi penelitian prasejarah di Indonesia. Dalam risetnya dengan pendekatan multidisipliner itu, mereka melakukan penelitian di 82 gua dan ceruk di Bukit Bulan, 20 di antaranya merupakan situs gua hunian. Dalam kurun waktu 2018-2019, para peneliti juga mengekskavasi spesimen. Hasil riset yang dipaparkan Ruly cukup mengejutkan. Para peneliti menemukan lukisan prasejarah atau gambar cadas di dalam gua-gua karts Bukit Bulan. Riset ini semakin melengkapi khazanah peninggalan prasejarah, terutama di Pulau Video Pilihan BerikutAkibat kebakaran hutan di kawasan taman nasional bukit 12, di kawasan air hitam merangin Jambi, puluhan kepala keluarga suku anak dalam yang menetap di hutan itu terpaksa mengungis ke luar hutan. mereka terpencar, sebagian di tampung di lokasi pengun...Gambar Cadas PrasejarahTangkapan layar materi pemaparan hasil penelitian di kawasan Bukit Bulan, Sarolangun, Jambi. Pemaparan penelitian dengan judul "Potensi kepurbakalaan kawasan karst Bukit Bulan Jambi" tersebut disampaikan Arkeolog dari Balar Sumsel, M Ruly bagian barat Nusantara, yakni Pulau Sumatera, kata Ruly, sebelumnya pernah didaulat tidak memiliki lukisan atau tradisi gambar cadas Austronesia. Namun berkat riset tersebut, kini di Bukit Bulan menandai satu titik di Pulau Sumatra sebagai lokasi situs gambar cadas. "Ada banyak gua di Bukit Bulan yang ada gambar cadasnya, beberapa di antaranya gambar cadas itu ditemukan di Gua Sungai Lului, Gua Kerbau, dan Gua Sekdes," ungkap Ruly ketika dihubungi Figur gambar cadas yang ditemukan di dalam gua-gua tersebut bisa dibilang menyerupai gambar manusia kangkang. Namun, kata Ruly, sebagai arkeolog terlebih dulu harus membahas gaya dan figurnya secara hati-hati agar tidak terjadi misinterpretasi. "Memang figur gambar di gua Bukit Bulan menyerupai gambar manusia kangkang, namun agak berbeda karena gambar cadas di Bukit Bulan tidak hanya yang statis, tapi juga ada figur dinamis," kata Ruly. Ruly yang juga peneliti muda dari Balar Sumsel itu menjelaskan, gambar cadas di Bukit Bulan juga disertai dengan figur-figur representasi dari hewan zoomorfik dan elemen tumbuh-tumbuhan phytomorfik. "Kami lebih suka menyebut gambar cadas di Bukit Bulan menyerupai manusia atau antropomorfik, ketimbang mengidentifikasinya sebagai gambar 'manusia kangkang'," ucap Ruly. Jejak Hunian Penutur AustronesiaTangkapan layar materi pemaparan hasil penelitian di kawasan Bukit Bulan, Sarolangun, Jambi. Pemaparan penelitian dengan judul "Potensi kepurbakalaan kawasan karst Bukit Bulan Jambi" tersebut disampaikan Arkeolog dari Balar Sumsel, M Ruly tradisi gambar cadas Austronesia itu untuk pertama kalinya di temukan di wilayah barat Indonesia. Pentingnya temuan gambar cadas prasejarah di Bukit Bulan Sarolangun, Jambi, menurut Ruly, menunjukan adanya kemiripan afinitas budaya shared affinities dari penduduk kepulauan di Indonesia, mulai dari timur hingga barat. "Saat ini gambar cadas mulai bermunculan seiring dengan semakin intensifnya riset-riset arkeologis di lokasi-lokasi yang terisolir atau sulit diakses di wilayah perbukitan karst, sebagai contoh di Kalimantan dan Sumatra," kata Ruly. Karst Bukit Bulan Jambi menjadi spesial di mata arkeolog karena di kawasan itu belum pernah dilaporkan adanya jejak-jejak hunian prasejarah. Sepesialnya lagi, bagi Ruly, gambar cadas dengan motif figuratif untuk pertama kalinya di Pulau Sumatra ditemukan di Bukit Bulan. Hunian gua prasejarah muncul setelah karsifikasi fase terakhir fase 3. Kemudian morfologi karst dari Bukit Bulan itu sendiri menurut Ruly, turut memengaruhi adanya hunian atau tempat bernaung bagi manusia yang hidup di zaman prasejarah. Berdasarkan analisis pertanggalan kronologis budaya lewat radiokarbon, kata Ruly, mengonfirmasi umur lapisan Neolitik dengan indikator temuan tembikar di Gua Mesiu hingga tahun yang lalu. Kemudian, lapisan budaya dari periode lebih tua di bawahnya menembus umur tahun yang lalu. "Jadi satu unit lapisan berdasarkan himpunan temuan yang ada di lapisan tersebut masuk pada periode Neolitik, dan bagian di bawahnya sebagai periode Preneolitik, di mana kehadiran tembikar salah satu indikator yang paling kuat dari adanya lapisan budaya Neolitik di gua itu," jelas Rully. Lalu muncul pertanyaan siapa yang menghuni di gua karts Bukit Bulan yang paling awal? Dalam penelitian yang juga didukung oleh Center for Prehistoric Austronesian Studies CPAS itu para peneliti menemukan tulang jari dari manusia dan beberapa fragmen gigi di gua Bukit Bulan. Dari segi ukuran temuan gigi itu, kata Ruly, masuk pada elemen gigi ukuran sisimetrik dari penutur Austronesia awal yang ada di Indonesia. "Dari temuan-temuan tersebut, termasuk gambar cadas itu menandakan dalam parasejarah, Bukit Bulan dulunya dihuni oleh penutur Austronesia. Dan ternyata ada kemiripan budaya dan tradisi manusia pendahulu kita," kata dia. Bukit Bulan TerancamBukit Bulan menurut Ruly, adalah hunian Neolitik yang ideal. Meskipun terisolir, Bukit Bulan menyediakan dataran lembah yang luas dengan sumber air yang konstan berkat fisiografi kawasan karst. Sehingga terkait hal tersebut sebut Ruly, peletakan dasar budaya Indonesia yaitu penutur Austronesia. Dan tentunya disertai pula dengan pola adaptasi berdasarkan karakteristik budaya pada masa prasejarah. "Serta kemungkinan adanya proses jalur difusi budaya yang beragam sejak periode Neolitik," ungkap Ruly. Bukit Bulan secara administratif terletak di Kecamatan Limun, Kabupaten Sarolangun. Kawasan Bukit Bulan mencakup empat desa, yakni Desa Napal Melintang, Meribung, Mersip, dan Berkun. Dari keempat desa itu, masyarakat setempat mengenal dengan penyebutan kawasan "Margo" Bukit Bulan. Margo merupakan sebutan untuk satu keluarga yang mendiami kawasan Bukit Bulan di empat desa tersebut. Dan kini di tengah potensi peninggalan arkeolog zaman prasejarah itu, Bukit Bulan terancam kelestariannya. Di kawasan karst Bukit Bulan sedang masuk industri semen dari perusahaan BUMN. * Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
lukisan bulan di atas bukit